IbM Masyarakat Sekitar Hutan Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan yang Menghadapi Masalah Hukum untuk Pember- dayaan dan Kesejahteraan

Wartiningsih Wartiningsih

Abstract


Abstrak

Kegiatan ini didasari keinginan petani Desa Geger Kabupaten Bangkalan untuk berpartisipasi dalam penyiapan sertifikasi. Semua wilayah memerlukan pengembangan organisasi masyarakat secara khusus, yaitu kebutuhan spesi- fik dari petani untuk membangun asosiasi lebih tinggi seperti koperasi, mem- butuhkan pengetahuan tentang kewirausahaan juga dukungan dana eksternal. Tujuan jangka panjang Iptek bagi Masyarakat (IbM) adalah untuk member- dayakan masyarakat sekitar hutan yang mengalami kesulitan dalam mening- katkan kemampuan mereka untuk meningkatkan modal dan kesulitan dalam pemasaran produk pertanian dan tujuan jangka pendek bertujuan dari kegia- tan IbM ini untuk mendirikan koperasi “Potre Koneng “ yang berbadan hukum dan pendampingan masyarakat dalam pelaksanaannya. Metode yang digunakan dalam memperoleh data dengan Focus Group Discussion (FGD). Analisis normatif dilakukan dengan menganalisis bahan hukum primer dengan metode penafsiran teleologis dan futuristik. Sedangkan analisis empiris akan menggunakan metode verstehen (pemahaman) dan diskusi. Data dan bahan hukum dianalisis secara kualitatif. Hasil IbM ini adalah adanya akte pendirian koperasi dan berdirinya koperasi.

 

 


Keywords


Pemberdayaan; masyarakat pedesaan; koperasi.

References


Agnes Sumartiningsih, 2005, Pemberdayaan Masyarakat Desa

Melalui Institusi Lokal, Yogyakarta: Gajah Mada Pers.

Ginanjar Kartasasmita, 1995, Administrasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat : Sebuah

Tinjauan Administrasi, Malang

: FIA-UB.

Isa Wahyudi, 2006, Metodologi

Perencanaan Partisipatif,

Malang: YAPPIKA

--------------- 1996. Pemberdayaan

Masyarakat: Konsep Pembangunan nyan Berakar pada Masyarakat. Jakarta: Bappenas.

Setiarsih Irawanti, 2010, “Aspek

Ekonomi dan Kelembagaan

dalam Social Forestry”, dalam

Social Forestry, Kemenhut-Badan

Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perubahan Iklim

dan Kebijakan.

Maurits Pasaribu, 2010, “Prospek

Ekonomi Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu”,

Seminar Sehari ”Madura Economic Outlook 2011-Kebijakan

Pemerintah Daerah dan Peluang

Investasi”, 9 Februari Surabaya

Perum Perhutani KPH Madura,

Wartiningsih, 2007, “Model Penanggulangan Illegal Logging di

Hutan Madura Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Adat“, Penelitian Hibah Bersaing, DP2MDIKTI.

Nunuk Nuswardani, 2012, “Model

Pengelolaan Hutan Terpadu

Melalui Pemberdayaan Forum

Pimpinan Daerah di 4 (Empat)

Kabupaten di Jawa Timur”, Penelitian Strategi Nasional, DP2MDIKTI, 2012.

Undang-undang Nomor 41 Tahun

Jo Undang-undang Nomor

Tahun 2004 tentang Kehutanan.

Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 8. No. 1, Juni 2013

Kecamatan Geger, Kabupaten

Bangkalan, berkali-kali mendapatkan penghargaan nasional bidang

lingkungan hidup. Penghargaan

pertama kali berupa Kalpataru di

tahun 1988 kemudian tahun 2004.

Ada pula tokoh lingkungan yang

mendapatkan Satya Lencana Pembangunan Lingkungan Hidup dari desa

Kombangan, yakni H. Gosali pada

tahun 2009. Pada tahun 2010,

Kelompok Tani Gunung Mereh mendapatkan Ecolabel (Standarisasi

Luasan Hutan Rakyat) dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Ibarat penyempurna lingkungan,

FMU “Gebang Lestari” mendapatkan sertifikasi UMHRL (Unit Manajemen Hutan Rakyat Lestari) pada 20

Juni 2010.

Karakteristik sifat petani pada

umumnya menunjukkan sedikit

minat untuk memanen kayu dan

hanya melakukannya jika menghadapi keadaan yang disebut filosofi

“tebang butuh”. Mereka memperlakukan hutan sebagai asset jangka

panjang layaknya rekening bank

yang dapat sewaktu-waktu diuangkan. Hasil penelitian (dukungan

REDD) menunjukkan bahwa kepentingan komersial saat ini menjadi

pendorong utama petani untuk penanaman dan petani sangat memahami

nilai sebenarnya hutan mereka, dan

meyakini nilai tersebut meningkat

dengan adanya sertifikasi hutan.

Kemauan petani untuk berpartisipasi

dalam penyiapan sertifikasi biasanya

muncul ketika tim pendamping

memfasilitasi pembenahan-pembenahan organisasi yang diusulkan.

Semua wilayah memerlukan pengembangan organisasi masyarakat

secara khusus. Terdapat kebutuhan

khusus membangun asosiasi petani

yang lebih tinggi seperti koperasi,

yang membutuhkan pengetahuan

kewirausahaan juga dukungan dana

eksternal.

Permasalahan

Kecamatan Geger terdiri dari 13

(tiga belas) desa yaitu : desa Lerpak,

Geger, Togubang, Batubella, Teber

Priyah, Campor, Kompol, Kombangan, Dabung, Katol Barat, Banyoneng Laok, dan desa Banyoneng

Dajah. Dari tiga belas desa tersebut,

kelompok tani yang relatif maju

terdapat di desa Geger, Kombangan,

dan desa Togubang. Kelompok dari 3

(tiga) desa tersebut tergabung dalam

FMU “Gebang Lestari” yang dipusatkan di desa Kombangan di bawah

arahan H. Gosali. Permasalahan

klasik yang dihadapi kelompok tani

yang berbasis pengelolaan hasil

hutan yang berasal dari hutan rakyat

pada umumnya, juga dialami oleh

FMU “Gebang Lestari” yaitu: 1)

Keterbatasan modal masyarakat

dalam menyelenggarakan usaha

hutan rakyat; 2) Luas pemilikan

lahan yang relatif sempit dan terpencar sehingga menyulitkan pengelolaan dalam satu manajemen; 3) Pembiayaan berkelanjutan dan berorientasi pada proyek; 4) Kualitas sumber

daya manusia.

Masyarakat tani hutan yang

tergabung dalam FMU “Gebang

Lestari” merupakan kelompok tani

hutan yang sering mendapat penghargaan dan sertifikasi. Namun,

penghargaan tersebut hanyalah legitimasi keberadaan mereka saja,

tanpa diiringi dengan peningkatan

kualitas sumber daya manusia dan

kesejahteraannya. Melihat permasalahan di atas, prestasi yang dimiliki FMU “Gebang Lestari” serta

semangat yang ada pada masyarakat

secara lambat laun akan menghilang

jika tidak ditindaklanjuti dengan

upaya yang tepat dan strategis.

Persoalan pelik yang menghadang adalah pengusahaan hasil hutan

yang sulit dilaksanakan. Koperasi

masyarakat di desa Geger yang

tergabung dalam FMU “Gebang

Lestari” merupakan koperasi yang

sudah “mati suri”. Jenis tanaman

hasil hutan non-kayu berupa tanaman holtikultura seperti alpukat,

mangga, papaya, rambutan, jeruk

dan lain-lain. wilayah Kecamatan

Geger relatif subur, sedangkan untuk

hasil hutan kayu, khususnya kayu

jati di Kecamatan Geger ini sulit

diharapkan hasilnya, padahal kawasan ini merupakan kawasan penyangga yang harus dijaga kelestarian hutannya. Dengan kata lain perlu

dilakukan rehabilitasi terhadap lahan

di kawasan hutan tersebut, akan

tetapi di sisi lain masyarakat terbentur masalah permodalan. Untuk

mendapatkan permodalan diperlukan adanya kerjasama dengan

lembaga-lembaga terkait sebagai

pembina dan penyandang dana. Hal

ini tidak dapat dilakukan karena akta

notaris pendirian koperasi yang

menjadi salah satu persyaratan

pengajuan proposal kerjasama belum mereka miliki.

Persoalan ketidakmampuan pengurusan akta pendirian koperasi

dan pembuatan proposal kerjasama

ini menjadi kendala masyarakat

sekitar hutan untuk meningkatkan

kesejahteraannya. Oleh karena itu,

perlu dilakukan pemberdayaan dan

pengembangan kapasitas masyarakat

sekitar hutan yang sangat relevan,

yakni dari aspek institusi, seperti :

administrasi dan manajemen koperasi, pengembangan organisasi, monitoring, penggunaan komputer, pengembangan masyarakat seperti

manajemen kelompok-kelompok petani.

Undang-undang Nomor 41

Tahun 1999 yang telah diubah

berdasarkan Undang-undang Nomor

Tahun 2004 tentang Perpu

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor

tahun 1991 tentang Kehutanan

Menjadi Undang-undang (selanjutnya UU Kehutanan), mengatur

tentang rehabilitasi hutan. Pasal 43

ayat (1) UU Kehutanan menentukan

bahwa setiap orang yang memiliki,

mengelola, dan atau memanfaatkan

hutan yang kritis atau tidak produktif, wajib melaksanakan rehabilitasi

hutan untuk tujuan perlindungan dan

konservasi. Selanjutnya dalam ayat

(2) ditegaskan bahwa dalam melaksanakan rehabilitasi setiap orang dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain

atau pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan

Hutan, serta Pemanfaatan Hutan,

dalam Pasal 84 mengatur pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan

melalui : (1) hutan desa; (2) hutan

kemasyarakatan; (3) kemitraan. Sedangkan kemitraan diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 44

Tahun 1977 tentang Kemitraan.

Peraturan Pemerintah (PP) tersebut

merupakan penjabaran lebih lanjut

dari Undang-undang Nomor 5 Tahun

tentang Usaha Kecil. Pada

dasarnya, kemitraan merupakan

kerja sama dan bukan merupakan

bentuk usaha. Kemitraan adalah

kerja sama antara usaha kecil dengan

usaha menengah dan atau usaha

besar dengan usaha besar dengan

memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan

saling menguntungkan.

Dalam rangka berorientasi agar

dapat diterapkan model kemitraan,

maka koperasi yang sudah ”mati

suri” harus ditingkatkan statusnya

menjadi badan usaha dengan mendaftarkan ke Notaris. Dengan demikian dalam mengatasi permasalahan

yang dihadapi mitra maka solusi

yang ditawarkan adalah :

Sosialisas pentingnya koperasi

dan pelatihan-pelatihan terkait

pemberdayaan masyarakat sekitar

hutan berupa pembukuan dan

keuangan sederhana.

Pembentukan koperasi dan mendaftarkan ke kantor Notaris sehingga menjadi koperasi yang

berbadan hukum;

Pembuatan proposal kegiatan

dengan model kemitraan ke

BUMN atau pihak swasta.

Metode Pelaksanaan

IbM ini menggunakan metode

yang berjenis normatif-kualitatif,

sehingga desain dan metodenya merupakan perpaduan antara metode

pendekatan hukum (perundangundangan) dan metode pendekatan

sosiologis. Perspektif hukum nampak pada analisis terhadap berbagai

peraturan perundangan-undangan

bidang kehutanan khususnya tentang

peran serta masyarakat sekitar hutan

dalam pengelolaan, pemanfaatan,

pengawasan sumber daya hutan, dan

pelembagaannya.

Dalam perspektif sosiologis maka

analisis diarahkan pada hal-hal yang

berkaitan dengan pembentukan

mindset masyarakat sekitar hutan

terhadap pendayagunaan hutan.

Analisis akan difokuskan pada

persepsi masyarakat tentang hutan,

karakteristik masyarakat, dan apa

yang ingin disuarakan, peran dan

posisi yang jelas dari masyarakat

berkaitan dengan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan sumber

daya hutan.

Metode yang digunakan dalam

memperoleh data adalah dengan cara

mengadakan Focus Group Discussion (FGD), yakni dilakukan diskusi

secara intensif dengan seluruh tokoh

masyarakat dan anggota kelompok

tani. Dalam mencari solusi pemanfaatan sumberdaya hutan digunakan

model parsial. Model parsial adalah

model diskusi di mana pemikiran,

ide, atau kepentingan peserta FGD

yang berbeda dieliminir hingga

memiliki kesamaan pandangan. (Wahyudi, 2006). Pemilihan model ini

didasarkan atas alasan baik tokoh

masyarakat maupun masyarakat

kelompok tani pengguna sumber

daya hutan agar tetap memiliki tanggung jawab sama dalam menjaga

kelestarian sumber daya hutan.

Analisis normatif dilakukan dengan menganalisis bahan hukum

primer dengan metode interpretasi

teleologis dan futuristik. Sedangkan

pada analisis empiris akan menggunakan metode verstehen (pemahaman) dan diskusi. Data dan bahan

hukumyang diperoleh akan dianalisis

secara kualitatif.

Rangkaian pemikiran berikut diungkapkan sebagai disain penelitian

yaitu disain untuk pelaksanaan

pengelolaan hutan oleh kelompok

tani Desa Geger Kecamatan Geger

yang diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat sekitar hutan :

Memberi sosialisasi pada masyarakat dan mendiskusikan secara

kritis tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan sumber daya hutan yang dijamin oleh

UU Kehutanan;

Pemahaman perlunya aksi kolektif bagi pemecahan masalah

pemenuhan kebutuhan dalam hal

pengelolaan, pemanfaatan, dan

pengawasan sumber daya hutan

dengan membentuk lembaga

koperasi sebagai wadah kebersamaannya.

Dengan dilaksanakan aksi pemanfaatan dan pengelolaan hutan oleh

kelompok tani secara bersama

dalam wadah koperasi diharapkan

dapat meningkatkan pendapatan

para petani pada khususnya dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan pada

umumnya.

Hasil dan Pembahasan

Pemberdayaan Masyarakat

Masyarakat sekitar hutan Kecamatan geger Kabupaten Bangkalan

layak untuk menjadi sasaran kegiatan pengabdian ini.Kegiatan ini

bertujuan untuk memberdayakan

masyarakat sekitar hutan yang mengalami kesulitan dalam meningkatkan kemampuan mereka untuk

meningkatkan permodalan dan kesulitan dalam memasarkan hasil-hasil

pertanian mereka.

Pemberdayaan masyarakat sendiri diartikan sebagai upaya untuk

membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri

sehingga bebas dan mampu untuk

mengatasi masalah dan mengambil

keputusan secara pribadi. Dengan

demikian pemberdayaan masyarakat

ditujukan untuk mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan

lembaga masyarakat untuk secara

mandiri mampu mengelola dirinya

sendiri berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri, serta mampu

mengatasi tantangan persoalan di

masa yang akan datang.

Dasar pandangan strategi pemberdayaan masyarakat adalah bahwa

upaya yang akan dilakukan harus

diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat. Bagian yang

tertinggal dalam masyarakat harus

ditingkatkan kemampuannya dengan

mengembangkan dan mendinamimsasikan potensinya, dengan kata lain

memberdayakannya. (Ginanjar,

. Dalam konteks inilah maka

pemberdayaan masyarakat sekitar

hutan harus diberdayakan agar

mereka dapat menjaga hutan sekaligus memanfaatkannya.Usaha pemberdayaan masyarakat harus diikuti

dengan memperkuat potensi atau

daya yang dimiliki masyarakat.

Dalam kerangka ini dibutuhkan

langkah-langkah yang lebih positif

dan tidak hanya sekadar menciptakan iklim dan suasana. Pemberdayaan bukan hanya meliputi

penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya, dalam hal ini pendirian koperasi merupakan alternatif yang tepat.

Menanamkan nilai-nilai kerja keras,

keterbukaan, hemat, kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari

pemberdayaan.

Kegiatan yang telah dilakukan

berupa pelatihan tentang koperasi

dan pembukuan sederhana yang

dapat diterima oleh masyarakat

(warga) desa Geger Kecamatan

Geger Kabupaten Bangkalan. Kegiatan yang sudah diterima oleh masyarakat diharapkan dapat membekali dalam mengelola koperasi

sehingga dapat meningkatkan penghasilan mereka. Pelatihan diselenggarakan dengan tujuan untuk

menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berusaha untuk

dapat mengaktifkan usaha produktif

dengan cara menngoptimalkan

sumber daya yang ada. Dengan

membuka lynk dengan Kelompok

Tani Nelayan Andalan Provinsi Jawa

Timur diharapkan dapat mendorong

masyarakat menjadi produsen hasilhasil perrtanian yang memiliki

kepastian pasar.

Setelah selesai kegiatan pengabdian ini, diharapkan masyarakat

sekitar hutan Kecamatan Geger

Kabupaten Bangkalan memiliki link

atau jaringan yang dapat memasarkan hasil-hasil petanian mereka.Oleh karena dalam kegiatan ini

mencoba untuk membuka jaringan

dengan Kelompok Tani Nelayan

Andalan Jawa Timur. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat

meningkatkan permodalan dan penghasilan mereka. Di samping itu

kegiatan ini berhasil membentuk

koperasi bagi masyarakat sekitar

hutan Kecamatan Geger Kabupaten

Bangkalan.

Luaran dari kegiatan pengabdian

ini adalah terbentuknya koperasi

yang berbadan hukum.Untuk mendapatkan permodalan diperlukan

adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait sebagai pembina

dan penyandang dana. Hal ini tidak

dapat dilakukan karena akta notaris

pendirian koperasi yang menjadi

salah satu persyaratan pengajuan

proposal kerjasama belum mereka

miliki. Di samping itu, terbentuknya

koperasi diharapkan dapat merangsang nilai-nilai kerja keras, keterbukaan, hemat, kebertanggungjawaban

yang merupakan bagian pokok dari

pemberdayaan masyarakat. (Kartasasmita, 1995)

Setelah dilakukan sosialisasi tentang pentingnya dan manfaat dari

koperasi serta beberapa kali dilakukan FGD, maka hasil yang dicapai

adalah :

Kesadaran masyarakat akan pentingnya koperasi dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya kesadaran masyarakat tersebut diharapkan

dapat menciptakan suasana atau

iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.

Selama ini masyarakat tidak

bergairah untuk berkoperasi

sehingga koperasi ”mati suri”.

Titik tolak penya- daran ini adalah

pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki

potensi yang dapat dikembangkan. Tidak ada masyarakat sama

sekali tanpa daya. Pemberdayaan

adalah upaya untuk membangun

daya tersebut dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta upaya

mengembangkannya dengan

”menghidupkan” kembali koperasi yang sudah ada.

Telah terbentuk koperasi ”Potre

Koneng” pada 28 Agustus 2013,

sedangkan tentang status badan

hukum masih dalam proses

pengurusan Akte Notaris tentang

pendirian koperasi.

Dengan adanya Akte Notaris bagi

pendirian Koperasi ”Potre

Koneng” adalah upaya untuk

memperkuat potensi dan daya

yang dimiliki oleh masyarakat

desa Geger Kecamatan Geger

Kabupaten Bangkalan. Penguatan

yang diupayakan adalah melalui

Koperasi sebagai upaya pembukaan akses kepada berbagai peluang antara lain Kelompok Tani

Nelayan Andalan Jawa Timur.

Sha- ring yang akan diberikan

oleh Kelompok Tani Nelayan

Andalan mulai dari tanaman atau

budidaya apa yang memiliki prospek pemasaran sampai pemasarannya sendiri. Kegiatan pengabdian ini sudah melakukan pelatihan manajemen sederhana yang

dapat dipahami, diterima dan

dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa yang menjadi anggota koperasi.

Dengan adanya koperasi diharapkan dapat dikembangkan sebagai

badan usaha yang juga mengejar

keuntungan walaupun perlu

diperhatikan dalam mekanisme

internal pembagian keuntungan

diantara ang- gota perlu mempertimbangkan aspek sosial dan

kebersamaan. (Agnes, 2004).

Dari segi materiil, keberadaan

koperasi dirasa sangat membantu

meningkatkan tingkat kesejahteraan para anggota baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Selanjutnya Agnes menggambarkan bahwa Sisa Hasil Usaha yang

merupakan keuntungan koperasi

akan dibagikan kepada semua

sesuai dengan partisipasi anggota

dalam jenis usaha yang dikembangkan oleh koperasi tersebut.

Masih menurut Agnes, misalnya

dalam usaha simpan pinjam,

anggota yang frekuensi dan

jumlah pinjamannya besar, yang

bersangkutan akan mendapatkan

bagian keuntungan lebih besar

dibandingkan dengan anggota

lain yang partisipasinya. Dengan

prinsi-prinsip yang dikembangkan dalam koperasi diharapkan

masyarakat makin bergairah

dalam berusaha meningkatkan

hasil pertaniannya untuk dapat

meningkatkan partisipasinya

dalam berkoperasi. Terpenting

pula gairah masyarakat dapat

menghidupkan kembali koperasi

yang sudah ”mati suri” tersebut.

Untuk menorong masyarakat aktif dalam kegiatan koperasi Tim

Peneliti telah melakukan kegiatan

: a) Pelatihan proses pembentukan

koperasi sebagai bekal pengetahuan maupun tentang tahapan dan

per- syaratan pendirian koperasi,

yang diberikan sebelum terbentuknya ko- perasi; b) Pelatihan

manajemen keuangan sederhana.

Terungkap bahwa banyak masyarakat sekitar hutan yang belum

dilibatkan dalam program PHBM

Perum Perhutani Unit II Jawa

Timur KPH Madura.

Melalui kegiatan pengabdian ini

berupaya untuk mengikutkan masyarakat Desa Geger, Kecamatan

Geger, Kabupaten Bangkalan program PHBM. Upaya ini disambut

baik oleh Kepala Perum Perhutani

Unit II Jawa Timur KPH Madura.

Walaupun kegiatan ini sudah selesai, Tim tetap mengupayakan

kegiatan masyarakat desa masih

ada keberlanjutan melalui kegiatan serupa.

Melihat antusiame masyarakat

terhadap program pengabdian ini di

satu sisi dan adanya Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM) dari Perum Perhutani, maka

Tim Pengusul akan membantu masyarakat sekitar hutan untuk mengajukan program tersebut.

Hasil dari beberapa kali dialog

dengan Kepala Perum Perhutani

KPH Madura dapat diungkapkan

bahwa sesungguhnya Perum Perhutani sendiri mengalami berbagai

kendala dalam mengelola dan

melakukan pengawasan terhadap

kawasan hutan yang menjadi wewenangnya. Bak ”gayung bersambut”

niat Tim Pengusul untuk membantu

masyarakat dalam memanfaatkan

kawasan hutan yang menjadi

wewenang Perum Perhutani disambut dengan antusiasme pula. Perum

Perhutani KPH Madura merupakan

bagian dari Perum Perhutani Unit II

Jawa Timur seluas 47.121,20 Ha.

KPH Madura menghadapi beberapa

permasalahan sebagai berikut :

Luas lahan yang kosong, berdasarkan hasil Audit Potensi 2008

seluas 4.444,67 Ha dan diupayakan untuk dilakukan penanaman;

Sengketa tanah s/d bulan April

seluas 1.600,09 Ha. Penyelesaian sudah dan akan terus

dilakukan koordinasi dengan

aparat dan instansi terkait serta

penegak hukum lainnya. Akan

tetapi sampai saat ini belum

menunjukkan hasil yang memuaskan.

Aksesibilitas yang rendah/terbatas disebabkan wilayah kerja

terletak di kepulauan berdampak

pada angka kerawanan hutan dan

besarnya biaya pengelolaan hutan

bila dibandingkan dengan KPH

lainnya.

Potensi SDM KPH Madura masih

rendah yang didominasi karyawan non pegawai.

Secara umum keadaan KPH

Madura sangat berbeda dibandingkan dengan KPH lainnya

yang ada di Pulau Jawa yang

berbeda kondisi iklim dan tanahnya.

Kondisi tanah kawasan KPH

Madura secara umum tandus dan

gersang dengan ciri-ciri yang

dangkal, sarang, dan berbatu,

miskin humus.

Iklim : Ferguson dalam tipe iklim

C dan D.(Perum Perhutani KPH

Madura, 2010)

Dengan permasalahan yang dihadapi tidak mungkin KPH Madura

menyelesaikannya sendiri di satu sisi

dan pada sisi lain kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan

sumber daya hutan, menyebabkan

tidak adanya rasa memiliki dan sulit

mencapai pengelolaan hutan lestari.

Apabila kerjasama tersebut dapat

dilaksanakan maka diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan Kecamatan Geger

Kabupaten Bangkalan.

Kegiatan pengabdian ini juga

telah merintis kerja sama dengan

Kelompok Tani Nelayan Andalam

(KTNA) Propinsi Jawa Timur. Sharing yang akan diberikan oleh KTNA

adalah masyarakat akan diikutsertakan program-program pelatihan

dan pemasaran hasil pertanian.

Walaupun kegiatan ini sudah selesai melalui kegiatan semacam pengabdian ini, Tim berupaya untuk

mengikutsertakan masyarakat desa

Geger Kecamatan Geger Kabupaten

Bangkalan dalam program PHBM

dari Perum Perhutani. Program

PHBM diantaranya terdapat program

pemberdayaan masyarakat dalam

bentuk peningkatan pengetahuan dan

keterampilan dan pengembangan

ekonomi kerakyatan.(Irawanti, 2010)

Dengan Akte Pendirian koperasi

yang legal diharapkan dapat menjadi

modal bagi anggota koperasi untuk

mempertemukan dengan lembaga

keuangan atau perkreditan yang

mampu dan bersedia melayani kebutuhan permodalan. Tersedianya lembaga keuangan yang memberi layanan pinjaman untuk peningkatan

permodalan merupakan mitra penting bagi masyarakat.

Di desa Geger Kecamatan Geger

Kabupaten Bangkalan terdapat

kawasan hutan milik Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madura

yang terbengkalai belum dimanfaatkan untuk melaksanakan program

PHBM. Kepala Perhutani sangat

menyambut dengan baik apabila kegiatan ini dilanjutkan dan Tim Pengusul berperan sebagai fasilitator.

Jalinan kerjasama dengan Perum

Perhutani bisa dalam bentuk meminjam kawasan hutan yang ada.

Dengan demikian masyarakat dapat

memanfaatkan kawasan hutan yang

ada yang akan memberi peluang dan

kesempatan masyarakat untuk meningkatkan hasil pertaniannya.

Dari kegiatan pengabdian ini,

terungkap bahwa PHBM merupakan

sesuatu yang masih baru bagi masyarakat maupun Perum Perhutani

sendiri, sehingga implementasinya

tidak terbebas dari berbagai kendala.

PHBM seringkali belum dipahami

oleh seluruh jajaran Perhutani terutama pada tataran operasional, atau ada

sebagian pejabat Perhutani masih

memiliki perasaan tidak ikhlas untuk

berbagi dengan masyarakat atau

pihak (Asisten Direktur Produksi

Perhutani, 2006). Tidak demikian

halnya dengan Kepala Perum Perhutani Unit II Jatim KPH Madura,

menyambut baik keinginan dari Tim

Pengusul, beliau mengistilahkan

sebagai “bak gayung bersambut”

dengan keinginan Tim. Sambutan

yang begitu antusias hendaknya juga

didukung Pemda Kabupaten Bangkalan jangan sampai kemudian ada

pemikiran bahwa PHBM hanya menjadi urusan Perhutani saja. PHBM

yang diharapkan dapat diimplementasikan ke seluruh desa-desa yang

ada di sekitar hutan, di seluruh

wilayah Madura, dapat dirasakan

manfaatnya baik oleh masyarakat

sekitar hutan, Perhutani, Pemerintah

Kabupaten Bangkalan dan pihak

yang berkepentingan lainnya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pendampingan

selama ini, masyarakat sekitar hutan

khususnya Kecamatan Geger dan di

beberapa kawasan hutan lainnya

sangat membutuhkan pemberdayaan

baik dari aspek pengetahuan maupun

permodalan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Keinginan masyarakat ini memiliki

peluang yang sangat besar, yaitu

khususnya untuk dilibatkan dalam

Program PHBM dari Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Madura.

Sebaiknya Pemerintah Daerah

Kabupaten Bangkalan secara khusus

memperhatikan kondisi dan peluang

yang ada dengan menjadikan Perum

Perhutani sebagai mitra dalam upaya

memberdayakan masyarakat sekitar

hutan. Program PHBM penting

untuk dilakukan secara menyeluruh

untuk memberdayakan masyarakat

sekitar hutan karena hampir semua

masyarakat sekitar hutan belum

pernah dilibatkan dalam pelaksanaan

program PHBM dari Perum Perhutani tersebut.

Daftar Rujukan

Agnes Sumartiningsih, 2005, Pemberdayaan Masyarakat Desa

Melalui Institusi Lokal, Yogyakarta: Gajah Mada Pers.

Ginanjar Kartasasmita, 1995, Administrasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat : Sebuah

Tinjauan Administrasi, Malang

: FIA-UB.

Isa Wahyudi, 2006, Metodologi

Perencanaan Partisipatif,

Malang: YAPPIKA

--------------- 1996. Pemberdayaan

Masyarakat: Konsep Pembangunan nyan Berakar pada Masyarakat. Jakarta: Bappenas.

Setiarsih Irawanti, 2010, “Aspek

Ekonomi dan Kelembagaan

dalam Social Forestry”, dalam

Social Forestry, Kemenhut-Badan

Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perubahan Iklim

dan Kebijakan.

Maurits Pasaribu, 2010, “Prospek

Ekonomi Madura Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu”,

Seminar Sehari ”Madura Economic Outlook 2011-Kebijakan

Pemerintah Daerah dan Peluang

Investasi”, 9 Februari Surabaya

Perum Perhutani KPH Madura,

Wartiningsih, 2007, “Model Penanggulangan Illegal Logging di

Hutan Madura Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Adat“, Penelitian Hibah Bersaing, DP2MDIKTI.

Nunuk Nuswardani, 2012, “Model

Pengelolaan Hutan Terpadu

Melalui Pemberdayaan Forum

Pimpinan Daerah di 4 (Empat)

Kabupaten di Jawa Timur”, Penelitian Strategi Nasional, DP2MDIKTI, 2012.

Undang-undang Nomor 41 Tahun

Jo Undang-undang Nomor

Tahun 2004 tentang Kehutanan.




DOI: https://doi.org/10.21107/ri.v8i1.728

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
Rechtidee is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

 

Indexing and Abstracting: